
Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret, kita perlu mengkaji ulang sejauh mana sudah berkontribusi dalam pemeliharaan air selama ini. Air memang diberikan secara cuma-cuma oleh alam. Kita tidak perlu membuat, tinggal pakai.
Tinggal pakai bukan berarti asal-asalan memakai. Manusia beranggapan bahwa air akan selalu ada, tidak bisa habis. Tapi kok beberapa wilayah kesulitan mendapat air bersih bahkan sampai kekeringan ya?
Faktanya, jumlah air di bumi itu tidak pernah berkurang meski dipakai terus-menerus lho! Percaya gak? Lalu ke mana perginya air di sejumlah wilayah? Begini penjelasannya.
Sesuai Hukum kekekalan massa, jumlah elemen selalu konstan dalam sistem tertutup
Pernah dengar bunyi hukum kekekalan massa? Hasil gagasan 2 ilmuwan hebat Antoine Lavoisier dan Mikhail Lomosonov ini berbunyi, “massa zat dalam suatu sistem tertutup selalu konstan, meski terjadi berbagai macam proses di dalamnya.” . Analoginya begini, ketika kamu membuat secangkir teh, jumlah zat dalam teh, gula, dan air sebelum diseduh sama dengan hasil campuran. Bedanya, gula sudah larut, teh melepaskan beberapa senyawanya ke dalam air, dan air tidak lagi murni. Artinya, jumlah air di muka bumi akan selalu tetap. Tapi bisa berubah bentuk menjadi secangkir air teh, es batu, menguap akibat suhu tinggi, atau tercampur sebagai penyusun benda padat.
Kalau sudah tidak berbentuk cair, namanya bukan air dong?
Ketika sudah berubah wujud, apakah air gak bisa disebut sebagai air lagi? Di tingkat molekuler atau bentuk lebih kecil yang tidak kasat mata, air tersusun dari molekul hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimiawi. Maka 10 gram air akan sama dengan 10 gram oksigen dan hidrogen penyusunnya. Jadi meski berubah wujud, jumlah komponen penyusun air akan tetap sama. Misalnya kamu mencampurkan 10 gram air dalam adonan kue. Jika diurai hingga tingkat molekuler, sebesar 10 gram dari total oksigen dan hidrogen dalam kue berasal dari air tadi.
Lalu ke mana perginya sejumlah air di muka bumi?
Dengan menyimak penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa sejumlah air telah berubah bentuk. Dan ironisnya, belum ada upaya besar-besaran untuk mendaur ulang air agar dapat dimanfaatkan kembali secara optimal.Tempat-tempat penyimpanan air berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan, kemudian perkantoran, perumahan, dan infrastruktur lainnya. Bahkan peningkatan jumlah kelahiran juga memengaruhi kadar air lho. Bagaimana bisa?. Air adalah komponen penting dalam tubuh manusia. Untuk manusia dewasa, 60% berat tubuhnya tersusun oleh air. Presentase ini lebih besar pada bayi dan balita, yaitu sekitar 70-78%. Secara teoritis, semakin banyak jumlah manusia maka semakin banyak pula air yang tersimpan dalam bentuk bobot tubuh.
Bumi sudah berusaha menjaga keseimbangan, tapi manusia justru khawatir.
Beberapa tahun terakhir marak berita mencairnya es di kutub, yang menyebabkan kenaikan air laut. Fenomena ini membuat banyak orang was-was, terutama yang tinggal di kawasan sekitar pantai. Luas daratan tentu akan berkurang jika sebagiannya terendam air. Tapi tahukah kamu bahwa es kutub yang mencair adalah upaya bumi menjaga keseimbangan? Suhu yang makin panas merangsang pencairan es di kutub. Aktivitas manusialah yang menyebabkan kenaikan suhu ini. Faktanya, manusia justru panik. Kenapa begitu? Karena daratan semakin penuh dengan infrastruktur, gak ada lagi tempat memadai untuk menampung air. Rawa dikeringkan untuk lahan bangunan, sungai juga banyak yang mengering dengan sendirinya.
Tidak ada air yang hilang, hanya tidak dirawat dengan baik
Jadi sebenarnya tidak ada air yang hilang kan? Hanya berubah wujud akibat pola hidup manusia itu sendiri. Suhu bumi makin panas karena banyaknya aktivitas pembakaran, namun tidak diimbangi dengan penghijauan. Gak heran kalau banyak air menguap. Sementara persediaan air bersih yang ada belum terdistribusi dengan baik. Butuh inovasi dalam teknologi pengolahan agar lebih efisien dan tepat guna. Nah, sejauh ini kamu sudah berkontribusi apa saja nih?
Sumber : katabumi; air dan harganya
Aksi Social APCS; Indahnya Berbagi
Bagaimana Kita Melindungi Bumi Ini
Hari Satu Juta Pohon Sedunia
Manfaat Lahan Basah Bagi Kehidupan Manusia
Virtual Office Membantu Menghemat Biaya Bisnis dan Menjaga Lingkungan
Bahaya Kantong Plastik
HARI HUTAN INTERNASIONAL: MOMENTUM ATAS PENTINGNYA FUNGSI HUTAN
EKSISTENSI HUTAN MANGROVE
Kapuk Indonesia yang Terkenal
YONGKI IKHTIYANTO SEBAGAI MANAGING DIRECTOR APCS
PT. PANDU MAHA WANA (ASIA PACIFIC CONSULTING SOLUTIONS) SEBAGAI ANGGOTA BARU FSC®
Menyambut Policy Manager FSC® Asia Pacific Di Indonesia
Pertemuan Regional Asia Pasifik : Pedoman Pengelolaan Hutan Alam Publik yang Berkelanjutan di Negara Tropis melalui Konsesi Hutan dalam Konteks Agenda 2030
UDARA BERSIH SEMAKIN “MAHAL†KARENA KARBON, MENGAPA?
Premier Asian Event 2016 untuk Industri Pulp, Kertas, Board, Kemasan, Cetakan dan Karton
Asia-Pacific Forestry Week (APFW) 2016
TBI-APHI International Wood Trade Event 2016 “Indonesian Tropical Hardwood – Berkelanjutan, Kualitas, Bergaransi“
APCS merayakan ulang tahun yang ke-5!
Melawan Kebakaran Lahan Gambut dengan Peat FireX
Sertifikasi FSC memberikan manfaat finansial bagi bisnis hutan tropis, seperti ditunjukkan oleh laporan WWF terbaru
Penghancuran Gambut, Subsidensi Tanah dan Banjir di Asia Tenggara
APCS berpetualang!
Audit Rimba Raya Conservation 2015
Berita Terkini - Januri 2015
APCS's High Conservation Value Identification for APP: World's Largest and Most Complex Assessment